KARAWANG — Ketua DPD Paguyuban Sundawani Karawang, H. Ranzes Iman Sudirman, angkat suara terkait ketimpangan ekonomi yang dirasakan masyarakat lokal di tengah dominasi pengusaha luar daerah di kawasan industri Karawang.
Ia menilai, berbagai bentuk permasalahan sosial yang muncul, seperti aksi nekat warga, tak lepas dari tekanan ekonomi dan minimnya perhatian pemerintah terhadap nasib masyarakat sekitar.
“Apapun kebijakan yang dibentuk pemerintah, tentu kami dukung. Tapi harus dicari dulu akar masalahnya — kenapa orang bisa nekat? Saya rasa karena lapar,” ujar Ranzes dalam keterangannya kepada media, Senin (13/5).
Menurut Ranzes, sulitnya akses terhadap lapangan kerja dan dunia usaha mendorong masyarakat lokal mencari penghidupan dari sektor informal.
Sayangnya, berbagai aktivitas yang dilakukan warga seperti menjadi tukang parkir atau kuli bongkar muat di kawasan industri seringkali distigmatisasi sebagai tindakan premanisme.
“Pemerintah pusat dan daerah seharusnya lebih proaktif menyediakan lapangan kerja. Saat ini cari kerja susah, mau usaha juga susah. Perusahaan-perusahaan besar di kawasan industri justru terkesan tertutup, terutama terhadap pengusaha lokal,” kata dia.
Ia menuding sejumlah perusahaan besar yang telah lama berdiri di Karawang didominasi oleh pengusaha luar daerah yang kontraknya seolah tak pernah berakhir.
Hal ini, menurutnya, membuat pengusaha dan pekerja lokal tersingkir di daerahnya sendiri.
Ranzes juga menyoroti cara aparat memperlakukan organisasi kemasyarakatan, LSM, maupun paguyuban lokal yang berupaya menjalankan fungsi kontrol sosial terhadap keberadaan perusahaan.
Ia menyayangkan bahwa kehadiran mereka sering kali dianggap sebagai pengganggu iklim investasi dan bahkan dituding melakukan premanisme.
“Tukang parkir dibilang preman, kuli bongkar muat ditangkapin. Padahal itu mata pencaharian mereka untuk menghidupi keluarga. Sementara di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar tidak memberikan ruang bagi masyarakat lokal,” tegasnya.
Ia berharap pemerintah pusat maupun daerah benar-benar turun ke lapangan dan melihat secara langsung kondisi riil masyarakat sekitar kawasan industri.
Ia juga meminta perusahaan agar tidak takut terhadap intimidasi dari oknum-oknum tertentu dan justru membangun kemitraan yang sehat dengan warga lokal.
“Kami ingin perusahaan lebih terbuka, jangan mau diintimidasi oleh oknum pengusaha tertentu. Libatkan masyarakat lokal agar ekonomi daerah benar-benar tumbuh dari bawah,” tutupnya.