PURBALINGGA, skipatroli.com — Sejumlah wartawan menyayangkan adanya pengusiran wartawan di gedung DPRD Kabupaten Purbalingga.
Kedatangan wartawan tersebut guna melakukan konfirmasi terkait dugaan keterlibatan anggota dewan dalam kasus narkoba. Peristiwa pengusiran itu terjadi pada Senin, 2 Juni 2025.
Aldo, perwakilan media partner mengatakan, ia diusir secara paksa oleh petugas keamanan DPRD tanpa alasan jelas.
“Ini bukan hanya penghinaan terhadap profesi jurnalistik, tetapi juga upaya licik untuk menutup-nutupi informasi penting bagi publik,” katanya.
Ia menjelaskan, tindakan sewenang-wenang ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pasal 18 ayat (1) UU tersebut secara tegas mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik. Ancaman hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta seharusnya menjadi efek jera, bukan sekadar ancaman di atas kertas. Namun, nyatanya, DPRD Purbalingga dengan congkaknya mengabaikan hukum dan hak publik untuk mendapatkan informasi,” jelasnya.
Lebih memprihatinkan lagi, kata Aldo, kasus ini bukan sekadar insiden tunggal, melainkan puncak gunung es dari budaya ketidaktransparanan yang telah lama mengakar di DPRD Purbalingga.
“Sikap arogan dan anti-kritik yang ditunjukkan lembaga ini menunjukkan betapa jauhnya mereka dari idealisme representasi rakyat. Mereka lebih memilih melindungi kepentingan pribadi dan kelompok daripada melayani kepentingan publik,” ujarnya.
Menurutnya, kejadian ini bukan hanya masalah internal DPRD Purbalingga, tetapi juga cerminan buruk tata kelola pemerintahan di Kabupaten Purbalingga.
“Ketidakmampuan dan ketidakmauan memberikan akses informasi kepada publik menunjukkan kegagalan total dalam menjalankan amanah rakyat. Ini adalah ancaman serius bagi demokrasi dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan menjerat para pelaku sesuai hukum yang berlaku.
“Tidak boleh ada impunitas bagi mereka yang menghalangi kerja jurnalistik dan menghambat akses informasi publik. Kebebasan pers adalah harga mati bagi demokrasi, dan peristiwa di DPRD Purbalingga harus menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak,” ujarnya.
“Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi pedoman bagi setiap lembaga pemerintahan, tanpa kecuali. Diam berarti membiarkan demokrasi kita terkikis oleh tindakan sewenang-wenang,” tukasnya. (Hadi TW. R)