KAB. BANDUNG, skipatroli.com — Orang tua murid SMP Negeri 1 Majalaya yang meminta tidak disebutkan namanya mengaku keberatan terhadap dugaan praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum guru di sekolah tersebut.
Ia menuntut audiensi dengan pihak sekolah untuk membahas masalah ini dan mencari solusi yang tepat.
“Anak saya jadi korban. Dia jadi males sekolah soalnya ditekan harus bayar ini dan itu, seperti uang untuk pagelaran seni dan budaya,” ungkapnya, dengan nada kecewa, belum lama ini.
Ia juga menginginkan agar pihak sekolah mencari solusi tepat untuk mengatasi masalah ini dan menjamin agar hal tersebut tidak terulang kembali.
“Kami ingin mendapatkan kejelasan mengenai dugaan pungli ini. Kami juga menginginkan agar sekolah mencari solusi tepat agar anak-anak kami bisa belajar dengan nyaman tanpa harus terbebani dengan biaya tambahan,” tegas orangtua murid.
Sementara Kepala SMPN 1 Majalaya mengakui adanya pungutan di sekolah.
“Saya akui pungutan itu ada, iuran wajib dan infaq adalah untuk perbaikan masjid dan pemindahan masjid sekolah, dan itu adalah warisan dari Kepala SMP yang dulu sebelum saya,” jelasnya.
“Sedangkan untuk ulangan umum, saya pun sudah mengamankan kepada para guru untuk menggunakan aplikasi online yang disediakan oleh sekolah,” tambahnya.
“Sedangkan untuk iuran seni dan budaya, itu dikembalikan lagi kepada siswa. Salah atu nya pagelaran seni lukis seni tari, dan mengikuti lomba, semua itu biayanya diambil dari iuran. Sedangkan dalam pengelolaannya semuanya dikelola siswa,” ungkap Kepala SMPN 1 Majalaya.
Ia mengaku sudah berusaha menghentikan segala sesuatunya. Tapi menurutnya semua adalah keinginan para guru.
“Salah satu contoh buku ramadhan. Tanpa sepengetahuan saya tiba-tiba koperasi pesan buku ramadhan untuk siswa, dan sama saya dihentikan karena para guru tinggal buka aplikasi online dan ambil materinya. Begitu juga dalam ulangan umum, jadi tidak memberatkan orang tua siswa,” terangnya.
Sementara itu, larangan pungli sesuai dengan Permendikbud No. 44 Tahun 2012, yakni tidak diperbolekan pungutan, apalagi tanpa musyawarah dengan orangtua murid.
Beberapa pihak juga menilai, tidak tepat jika siswa diminta iuran dan infaq untuk pemindahan masjid dan pemeliharaan mesjid. Namun disisi lain guru tidak mau turut menyumbang atau iuran untuk pemeliharaan masjid dan pemindahan masjid.
“Seandainya guru-guru SMPN 1 Majalaya dalam setiap bulannya menyisihkan Rp. 100.000,- per bulan mungkin semua itu akan tercapai dengan singkat,” kata tokoh masyarakat.
Ia mengatakan, jika masih mengandalkan iuran dari siswa, seharusnya sekolah memikirkan kondisi orangtuanya dan sekolah membuat aturan tentang pungutan.
“Jangan seolah-olah pungutan ini liar karena tanpa ada aturan yang buat oleh sekolah,” tukasnya. (Red)